![]() |
Mbak Astri, Neng Tanti, dan Sensei Sakamoto dalam sesi pembukaan workshop. (dokpri) |
Daluang. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan ‘deluang’ yang artinya kertas.
Lembaran tipis yang terbuat dari bahan kayu pohon daluang (Broussonetia papyrifera) yang dipakai untuk menuliskan sesuatu.
Sebagaimana menulis atau menggambar sesuatu pada kertas. Beberapa naskah kuno
Nusantara menggunakan daluang sebagai media penulisannya di saat kertas moderen
belum diperkenalkan. Sebagaimana naskah-naskah kuno Babat Tanah Jawa yang ditulis
di atas rontal (daun pohon ental).
Cerita tentang daluang telah ditemukan pada naskah kuno Kakawin Ramayana
yang berasal dari abad ke-9. Daluang telah dipakai untuk berbagai keperluan
keagamaan seperti digunakannya untuk pakaian pandita, mahkota atau penutup
kepala, serta sebagai kertas suci untuk penulisan kitab suci. Sementara di Jawa
digunakan sebagai bahan pembuatan wayang beber maupun gulungan naskah yang
berisi naskah pewayangan.
Karena proses pembuatan yang begitu rumit, maka daluang memiliki nilai
tinggi. Namun saat ini hal tersebut kurang disadari. Padahal kulit pohon untuk
membuat daluang memiliki kualitas untuk membuat benang dan tali yang
berkualitas sangat tinggi. Bahkan menurut hasil beberapa penelitian dinyatakan
bahwa kulit pohon tersebut adalah bahan paling bagus di dunia untuk membuat
tali dan benang.
Fungsi daluang yang sudah tergantikan oleh bahan-bahan membuat mahakarya
budaya Nasional tersebut terancam punah. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk
mengenalkan kembali dilakukan oleh berbagai komunitas. Kali ini Kriya Indonesia
yang dimotori oleh Astri Damayanti menggandeng pakar daluang dari Jepang,
Sensei Prof. Ishamu Sakamoto, dan bloger sekaligus seniman doodle, Tanti Amelia
membuat sebuah acara di Jogja. Bertempat di Pesona Jogja Homestay digelar acara
bertajuk “Workshop Clutch Bag Daluang” pada Sabtu, 4 Februari 2017 kemarin.
Acara yang diikuti oleh 40 orang pengrajin dan bloger Jogja ini
dilangsungkan dalam 2 sesi. Dimana dalam tiap sesi di bagi dalam 2 kelompok
yang bersilang. Satu kelompok (10 orang) membuat dompet dengan mesin jahit
terbaru dan canggih dari Brother, GS-2700. Mesin jahit dengan kemampuan 27
jahitan yang sangat cocok digunakan oleh para perajin yang membutuhkan mesin
jahit. Bahan paling tipis hingga yang tebal (spons) dilipas dengan apik dan
praktis sebagaimana yang saya coba untuk menjahit dompet.
Sementara untuk kelompok yang lain pada sesi yang sama dikenalkan dengan
seni doodle. Doodle inilah yang akan ditorehkan pada potongan daluang untuk
pemanis dompet yang dibuat. Doodle yang merupakan seni corat-coret, saat ini
telah banyak mendapat tempat dan pengakuan sebagai karya seni yang memiliki
nilai jual. Bila zaman dulu corat-coret tembok (mural) dianggap vandalisme.
Maka mural yang merupakan salah satu
model doodle kini beberapa senimannya telah menikmati hidup dengan karya
seninya tersebut.
![]() |
"Doodle itu seperti ini lho...," kata Neng Tanti. (dokpri) |
Tanti Amelia, atau lebih akrab dipanggil Neng Tanti dengan telaten
membimbing peserta workshop mulai dari nol. Bagaimana sebenarnya doodle ini
tanpa sadar biasa kita lakukan. Karena media yang digunakan tidak jelas dan
tidak terarah, maka hal tersebut berlalu begitu saja. Namun dengan arahan
beliau, peserta pun menjadi ‘ngeh’ bahwa pada hakikatnya semua orang bisa
membuat doodle.
![]() |
Doodle berwarna pertama yg saya buat. (dokpri) |
Saya sebagai satu-satunya peserta laki-laki pada sesi pertama merasa cukup
beruntung. Pengetahuan saya tentang doodle menjadi lebih terarah. Hobi
corat-coret yang biasa saya lakukan kapan saja dan dimana saja ternyata bisa
dilakukan dengan lebih baik lagi. Termasuk membuat motif gambar pada daluang
yang akan saya gunakan sebagai penutup dompet yang akan saya buat.
Setelah tuntas menggambar doodle di atas kertas daluang, kelompok kami pun
berpindah ke ruangan lain. Di sini terapat 10 mesin jahit Brother yang secara
khusus disiapkan untuk peserta workshop. Sayangnya waktu yang saya peroleh
sangat singkat, sebab peserta kelompok jahit harus menunggu dulu teknisi untuk
mengeset mesin jahit.
![]() |
Serius amat nih ya, mbak. (dokpri) |
Kendala di atas tak mengurangi semangat saya untuk ‘mancal’ pedal mesin
jahit Brother tipe GS-2700. Meski sudah lama tak menjahit, dengan mesin jahit
canggih tersebut, semuanya seolah menjadi mudah. Tinggal membiasakan diri untuk
menghafalkan setingan yang disediakan oleh mesin jahit tersebut. Sebab bila
setingan tak pas dengan bahan yang dijahit, bisa membuat mesin menjadi macet,
seperti yang saya alami. Maklumlah, teori yang diberikan untuk mesin jahit baru
tersebut diperoleh dalam waktu yang amat singkat. Jadinya benar-benar try and error.
![]() |
Menjahit dengan Brother GS-2700 semua menjadi lancar jaya. (dokpri) |
Beruntunglah Mbak Astri membimbing semua peserta dengan telaten.
Sampai-sampai ikutan menjahitkan dompet peserta agar dapat mengejar tenggat
waktu yang dijadwalkan. Termasuk saya yang tertolong oleh kebaikan beliau. Maklumlah,
sudah ditunggu di acara berikutnya. Hehehe...
Seharusnya even-even seperti ini secara rutin bisa dilakukan. Memberikan ilmu baru sekaligus mengenalkan budaya tradisional yang mulai dilupakan. Sebagaimana manfaat yang telah saya dapatkan setelah mengikuti workshop ini. Keinginan untuk menjahit menjadi menyala kembali. Ganbatte!
Karena semua orang bebas berpendapat, maka mohon komentar yang positif dan membangun. Jangan nyepam, plis. Kasihan yang mau komentar beneran. Matur nuwun atas pengertiannya ya.
EmoticonEmoticon